Mengenal Autisme pada Anak (Latihan 18 Nursadhrina 705140022)

Mengenal Autisme pada Anak



Latar Belakang

     Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Istilah autisme baru diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad lalu. Leo Kanner sendiri adalah seorang ilmuwan dari Austria yang mempelajari tentang autisme (Leo Kanner dikutip dalam Handojo, 2003).

    “Penting untuk diingat bahwa autisme tidak lagi dikelompokkan sebagai penyakit mental atau psikosis seperti dahulu” (Peeters, 2004). Penanganan bagi anak autisme harus dilakukan sedini mungkin, idealnya adalah pada usia 2-3 tahun. Usia tersebut dipilih karena saat usia anak melebihi 5 tahun, perkembangan otak akan sangat melambat (Handojo, 2003). 



Pengertian Autisme 

      “Autis merupakan salah satu kelompok dari gangguan pada anak yang ditandai munculnya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, komunikasi, ketertarikan pada interaksi sosial, dan perilakunya” (Veskarisyanti, 2008).

     “Autism is physical disorder of the brain that cause a lifelong developmental diability” (Children with autism, 2000).



 Tanda-Tanda Autisme 

     Priyatna (2010, h. 11) menyatakan bahwa tanda-tanda yang perlu diwaspadai sebagai tanda autisme, yaitu: 

(a) bermasalah dalam berinteraksi, bermain, dan berhubungan dengan orang lain; (b) perilaku menghindar dari eye contact serta tidak pernah peduli pada orang-orang yang ada di sekelilingnya; (c) tidak pernah benar-benar memerhatikan suatu objek, pada saat dia memerlukan objek tersebut; (d) suka melakukan gerakan-gerakan yang aneh-seperti: me-ngepak-ngepakkan kedua tangan seperti burung (hand flapping), berputar-putar (spinning), atau mengetuk-ngetuk sesuatu (tapping); (e) terjadi keterlambatan pada pertumbuhan dan perkembangnya, atau pun hilangnya keahlian yang sudah pernah dikuasainya; (f) lebih suka bermain dengan mainan yang itu-itu saja, atau selalu mengulang-ulang kegiatan yang sama setiap hari; (g) tidak mampu menggunakan atau memahami bahasa; dan (h) tampak cuek, dan tidak peduli sama sekali pada segala sesuatu yang ada di sekelilingnya. 



Jenis Prilaku Anak Autisme

     Handojo (2003) mengemukakan bahwa perilaku autistik digolongkan dalam 2 jenis, yaitu perilaku yang eksesif (berlebihan) dan perilaku yang defisit (berkekurangan). Contoh perilaku eksesif adalah hiperaktif dan tantrum (mengamuk) berupa menjerit, menendang, menggigit, mencakar, memukul, dan lain-lain. Selain itu anak juga sering menyakiti diri sendiri (self-abuse). Perilaku defisit ditandai dengan (a) gangguan bicara, (b) defisit sensoris, (c) tertawa atau menangis tanpa sebab, dan (d) melamun.



 Penyebab Autisme 

     Secara garis besar, penyebab autisme dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi kelainan pada otak serta kelainan genetik dan faktor eksternal yang meliputi infeksi, imunisasi, dan faktor makanan.

     Faktor internal. Dari hasil penelitian yang dilakukan, ditemukan kelainan anatomis pada lobus parietalis, cerebellum dan sistem limbik. 43% penyandang autisme mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak tidak perduli terhadap lingkungannya. Kelainan pada cerebellum (otak kecil), merusak sistem sensori, daya ingat, berpikir, berbahasa, dan proses atensi (perhatian). Pada anak autisme juga didapati jumlah sel purkinye di otak kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan keseimbangan impuls di otak (Handojo, 2003).

     Kelainan pada sistem limbik yang disebut hippocampus dan amygdala, mengganggu fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi. Oleh karena itu anak dapat menjadi sangat agresif atau sangat pasif. Kelainan pada hippocampus juga merusak daya ingat, yang menyebabkan anak sulit untuk mengingat informasi baru. Perilaku diulang-ulang, yang aneh dan hiperaktif juga disebabkan gangguan hippocampus (Handojo, 2003). 

     Faktor genetika diduga menjadi penyebab utamanya. Kelainan pada kromosom diperkirakan menjadi salah satu kelainan pada faktor genetika yang menyebabkan autisme pada anak (Handojo, 2003). 

     Faktor eksternal. Dapat disebabkan oleh gangguan pada kehamilan trisemester pertama, saat kandungan berumur 0-4 bulan. Faktor pemicunya, yaitu: (a) infeksi, (b) alergi berat, (c) obat-obatan, (e) muntah-muntah hebat, (f) perdarahan berat, (g) logam berat, dan (h) zat adiktif. Selain itu imunisasi MMR dan Hepatitis B juga dapat menjadi faktor pemicu autisme pada anak, walaupun dua jenis imunisasi ini masih krontroversial (Handojo, 2003).



Terapi bagi Anak Pengidap Autisme

Terapi perilaku. Terapi perilaku bertujuan membantu anak untuk dapat menyesuaikan diri pada lingkungan sekitar. Dengan mengurangi perilaku-perilaku yang berlebihan. Terapi perilaku terdiri dari terapi okupasi dan wicara (Veskarisyanti, 2008).

     Terapi okupasi. Terapi okupasi bertujuan untuk melatih otot-otot halus anak. Berdasarkan penelitian anak pengidap autisme memang memiliki sensor motorik yang kurang baik (Veskarisyanti, 2008).

     Terapi wicara. Hampir semua penyandang autisme memiliki masalah keterlambatan bicara. Terapi ini bertujuan untuk melatih anak agar dapat berbicara (Veskarisyanti, 2008).

Terapi biomedik. Terapi ini meliputi pemberian obat-obatan, vitamin, mineral, dan food supplements. Pemberian obat-obatan bertujuan untuk membantu penyembuhan dari dalam, namun harus dibarengi oleh terapi-terapi yang lain untuk mendapatkan hasil yang maksimal (Veskarisyanti, 2008).



Simpulan

     Autisme adalah sebuah gangguan perkembangan yang parah. Hal ini menyebabkan penderitanya mengalami masalah dalam berinteraksi dengan dunia luar. Kelainan genetika diduga menjadi penyebab utama dari autisme. Tidak menutup kemungkinan anak-anak dengan kebutuhan khusus dapat menjadi ‘normal’ kembali. Banyak pilihan terapi yang telah dikembangkan untuk mendukung pemulihan ini. Pemilihan terapi yang tepat serta intensitas terapi yang maksimal sangat berperan penting dalam kesembuhan anak. Peranan aktif keluarga dan dukungan penuh bagi anak pengidap autisme juga menjadi salah satu faktor yang mendukung bagi proses kesembuhan anak. 

Grandin dikutip dalam Kidd (2008, h. 5) menyatakan bahwa,

    Hal terbaik yang bisa dilakukan oleh orangtua yang anaknya baru saja didiagnosis mengidap autisme adalah mengawasi anaknya tanpa praduga dan penilaian, lalu mempelajari gaya hidup, tingkah laku, serta reaksi sang anak terhadap dunianya. Dengan cara ini, orangtua akan menemukan metode intervensi yang sesuai dengan gaya dan kebutuhan belajar anaknya.





Daftar Pustaka


Children with Autism. (2000).  Children with Autism (2nd ed.). Dalam M. D. Powers (Ed.). Bethesda, MD: Woodbine House.

Handojo, Y. (2003) Autisma: Petunjuk praktis dan pedoman materi untuk mengajar anak  normal, autis dan perilaku lain. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.

Kidd, S. L. (2011). Anakku autis, harus bagaimana? 10 langkah awal mengatasi autisme pada   anak (S. K. Gitomartoyo, Penerj.). Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.

Peeters, T. (2004). Autisme: Hubungan pengetahuan teoritis dan intervensi pendidikan bagi   penyandang autis (O. H. Simbolon, Penerj.). Jakarta: Dian Rakyat.

Priyatna, A. (2010). Amazing autism! memahami, mengasuh, dan mendidik anak autis. Jakarta:   Elex Media Komputindo.

Veskarisyanti, G. A. (2008). 12 Terapi autis: Paling efektif & hemat untuk autisme, hiperaktif,   dan retardasi mental. Yogyakarta: Pustaka Anggrek.

0 comments:

Post a Comment

Read This